KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Abdul Muthalib Kakek Rasulullah


Leluhur Rasulullah

Kota Mekah berdiri bangunan Ka’bah. Dibangun sejak zaman Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Beberapa abad telah berlalu, salah satu keturunannya yaitu Bani Hasyim dipercaya turun temurun mengurus Ka’bah. Selain itu dipercaya memenuhi keperluan peziarah yang berhaji.

Hasyim sangat dihormati karena kedermawanannya. Hasyim senang berdagang. Ketika melakukan perdagangan ke Syam, Hasyim singgah di Yastrib dan menikah dengan seorang gadis. Setelah tinggal beberapa waktu ia melanjutkan perjalanan dagang ke Syam. Namun ketika sampai di Palestina ia sakit dan meninggal.

Mekah telah kehilangan seorang dermawan pengurus Ka’bah. Dan adik Hasyim bernama Al Muthalib mengganti tugas kakaknya. Sementara itu di Yastrib, istri Hasyim melahirkan seorang putra dan diberi nama Syaibah. Syaibah tumbuh remaja, Al Muthalib mengajak Syaibah kembali ke Mekah.

Ketika tiba di Mekah, orang-orang mengira Al Muthalib membawa seorang (abdi/pembantu). Al Muthalib segera membantah dan menjelaskan anak tersebut putra Hasyim. Namun orang-orang Mekah lebih senang memanggil Syaibah dengan Abdul Muthalib.

Setelah Al Muthalib wafat, Abdul Muthalib meneruskan kembali tugas pamannya mengurus Ka’bah dan menjamu para peziarah yang berhaji di Mekah.


Menggali kembali sumur Zam-Zam yang hilang

Sumber air Zam-Zam yang dahulu ditemukan ibunda Hajar dan bayi Ismail pernah dikabarkan hilang. Tertimbun tanah beberapa abad setelah Nabi Ibrahin dan nabi Ismail wafat. Mungkin ini terjadi setelah Ka’bah berubah menjadi tempat yang dipenuhi berhala-berhala. Ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mulai ditinggalkan orang-orang berikutnya.

Suatu malam, Abdul Muthalib bermimpi. Dalam mimpinya ia mendengar suara agar ia menggali sumur Zam-Zam yang sudah lama hilang. Air Zam-Zam yang diberkahi adalah sumber kehidupan bagi kota Mekah. Abdul Muthalib kemudian dibantu anak pertamanya menggali di tempat yang diketahuinya lewat mimpi.

Hari pertama penggalian, orang-orang Arab mencibirnya. 

"Lihat itu.. Abdul Muthalib dan putranya.. Mereka sudah gila.. Percaya pada dongengan orang-orang dahulu kalau ada sumber air di situ..hihi.." 

Namun Abdul Muthalib dan anaknya tetap menggali batu-batu cadas itu tanpa kenal lelah.

Setelah beberapa hari penggalian, Abdul Muthalib menemukan pedang emas, dan pelana kuda dari emas, barang-barang itu milik leluhur mereka yang telah lama terkubur dalam tanah. Ia semakin yakin sumber air Zam Zam tak lama lagi akan ditemukan. 

Hingga pada suatu hari, kapak Abdul Muthalib mengenai sebuah batu yang amat keras. Berkali-kali batu itu dipukul baru bisa dipecahkan. Dan keluarlah air dari celah-celahnya. Abdul Muthalib semakin bersemangat mengayuhkan kapaknya. Dan pecahlah batu keras itu, tampak deras air mengalir dengan jumlah yang banyak.

Abdul Muthalib dan putranya sangat senang. Sumber air Zam-Zam telah kembali. 

Namun orang-orang yang selama ini mengejeknya timbul sifat irinya. Mereka ingin memiliki sumber air Zam Zam. 

"Hai, Abdul Muthalib...sumber air ini berada di tanah umum penduduk Mekkah..Maka kami secara hukum juga berhak mengurusnya.."

Abdul Muthalib menjawab, "Sumur ini berada di lingkungan tanah suci Ka'bah..Maka dengan demikian yang berhak memilikinya adalah Pemilik Ka'bah..!"

"Siapa pemilik Ka’bah? tanya orang-orang itu.

 Abdul Muthalib menjawab, "Tuhannya Ibrahim dan Ismail."

 


Mendengar penjelasan Abdul Muthalib, beberapa orang Mekah merasa tidak puas. Mereka mengusulkan membawa masalah ini pada Hajab, seorang pendeta penjaga Hubal ( berhala sesembahan mereka).

Kemudian Hajab mengundi dengan qith(anak panah) untuk menentukan pemilik sumur Zam-Zam. Zaman itu bila ada perselisihan yang tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah maka diselesaikan dengan pengundian menggunakan anak panah yang ditulisi masing-masing pilihan keputusan.

Abdul Muthalib menulis “Pemilik Ka’bah” pada anak panahnya. Sedangkan orang-orang Mekah menulis nama-nama suku mereka pada anak panahnya. 

Hajab segera mengundi dan jatuhlah salah satu anak panah itu.

“Pemilik Ka’bah” kata Hajab.

 Orang-orang Mekah merasa tidak puas. Mereka ingin mengundi lagi. Hajab menurutinya dan mengulangi lagi undiannya.

“Pemilik Ka’bah”  

Orang-orang Mekkah bergumam. Masih ada ketidakpuasan

Lantas Hajab berkata "Hubal telah memutuskan... Maka Abdul Muthalib adalah wakil pemilik Ka’bah yang berhak mengurus sumur Zam Zam."

 Demikianlah, semenjak itu Abdul Muthalib dan putranya mengurusi dan memelihara Sumur Zam-zam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka