KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Sultan Baabullah Sang Pemelihara Jalur Rempah Nusantara

 



Negeri Seribu Pulau

Seribu tiga ratus tahun yang lalu, di abad ke- 7 masehi, di bagian timur bumi Nusantara. Puluhan kapal-kapal asing dari daratan Asia, kapal dagang dari Tiongkok, Gujarat, Arab dan Persia berlabuh di bandar perdagangan Ternate. Daerah yang dilalui jalur rempah dan jalur sutra. Pala dan cengkih, dua tanaman anugerah Tuhan Yang Maha Esa tumbuh subur di wilayah ini.

“Jazirah Al Mulk” yang berarti tanah para raja, pedagang Arab biasa menyebutkan wilayah ini. Jajaran pulau-pulau kecil yang masing-masing pulau dipimpin seorang Raja (Kolano). Kemudian hari orang-orang menyebut wilayah ini dengan nama “Maluku”.

Negeri Nusantara bagai serpihan surga dengan tanaman ajaib sebagai obat sekaligus penambah cita rasa masakan, diceritakan bak dongeng yang masyhur sampai negeri Eropa. Enam abad sesudahnya, setelah bangsa Eropa juga menguasai teknologi pelayaran dan pengetahuan yang didapat dari bangsa Arab, orang-orang Eropa ingin mencari rempah-rempah yang saat itu harganya melebihi emas.

Bangsa Portugis memulai ekspansi mencari rempah-rempah sampai di daerah Goa, India. Menyadari India bukanlah tempat yang dicari, kemudian meluaskan ekspansi menuju Malaka.  Kota Malaka saat itu menjadi pusat transit perdagangan rempah-rempah. Selain itu selat Malaka adalah jalur perdagangan internasional yang membentang dari China kemudian Maluku sampai Malaka, kemudian menuju Afrika Timur dan Laut Tengah. Malaka menjadi wilayah penting untuk ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1511 M.

Setahun kemudian di tahun 1512 M, ekspansi Portugis tiba di kepulauan Maluku, daerah penghasil rempah-rempah. Kepulauan Maluku saat itu terdapat empat kesultanan besar yaitu Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan. Dua kesultanan terbesar adalah Ternate dan Tidore. Uli Lima adalah persekutuan lima kerajaan kecil dibawah kesultanan Ternate. Sedangkan Uli Siwa adalah persekutuan sembilan kerajaan kecil di bawah kesultanan Tidore. Persaingan dua bangsa eropa seakan bersambut dengan persaingan dua kesultanan di Maluku. Terjadilah koalisi antara Portugis dan Ternate berhadapan koalisi Spanyol dan Tidore. Pada awalnya kedatangan bangsa Eropa diterima terbuka oleh rakyat Maluku. Keberhasilan Ternate mengalahkan Tidore dengan bantuan Portugis jadi harga mahal yang dibayar rakyat Maluku di kemudian hari.

Sejarah tertulis, di tengah perjuangan rakyat Maluku mengembalikan kemerdekaannya, lahirlah seorang pemimpin pejuang yang berpengaruh, dialah Sultan Baabullah. Waktu kecil beliau dipanggil Kaicili (pangeran) Baab, salah satu putra tertua Sultan Khairun. Ibunda beliau permaisuri Boki Tanjung adalah putri Sultan Alauddin I dari Kesultanan Bacan. Baabullah kecil sangat dekat dengan kakek dari ibunya, ia mendapat pemahaman yang baik ilmu agama dan Al Quran, disamping juga mendapat pelajaran dari para mubaligh. Di usia remaja kaicili Baabullah sudah mendampingi ayahnya dalam urusan pemerintahan. Dari sinilah ia mengenal orang-orang Portugis yang berstatus sebagai penasehat kesultanan. Baabullah menunjukkan rasa tidak suka. Rasa ini bukanlah tanpa alasan. Kebencian pada Portugis juga dirasakan oleh rakyat Maluku.

Benih – benih api perjuangan

Baabullah dalam tugasnya sebagai penguasa daerah  melihat dan merasakan penderitaan rakyat . Sejak diberlakukan hak monopoli dagang Portugis menjual rempah-rempah. Para pedagang lokal yang dulu bebas menentukan pembeli sekarang harus menjual kepada Portugis. Mereka yang mencoba menjual rempah-rempah pada pihak  selain Portugis ditangkap, dituduh sebagai pemberontak karena menyalahi perjanjian yang sudah ditetapkan Portugis dengan Sultan.

Pada tahun 1522 , Portugis dengan alasan pertahanan wilayah dari musuh, banyak mendirikan benteng-benteng pertahanan di Ternate. Untuk memperoleh biaya itu, Portugis mewajibkan tanam paksa cengkih, bahkan pada bukan petani cengkih. Hasil cengkih yang melimpah membuat harga cengkih jatuh di pihak petani. Portugis membayar murah cengkih milik petani tapi mendapat berlipat lipat keuntungan ketika dijual di Eropa. Rakyat pun menderita karena sistem tanam paksa. Kebutuhan pokok menjadi langka dan mahal. Tidak hanya itu, penderitaan rakyat disebabkan juga sistem kerja paksa untuk membangun puluhan benteng-benteng pertahanan di Ternate.


 

Dalam ingatan Baabullah kecil, ia menyaksikan pengalaman pahit yang terjadi pada kakek dan kerabatnya. Mereka yang berani menentang kebijakan Portugis akan mendapat masalah. Dengan taktik memecah belah rakyat, Portugis akan mengangkat Sultan baru yang pro dengannya. Terjadilah pemberontakan rakyat dan berakhir dengan pengasingan atau pembunuhan. Itulah yang terjadi dengan terbunuhnya Sultan Hidayatullah pada tahun 1524 dan dibunuhnya Sultan Abu Hayat II pada tahun 1532. Portugis mengangkat Sultan Tabariji pada Tahun 1533 yang kemudian juga diasingkan dan mengangkat Sultan Khairun ayahanda pangeran Baabullah pada tahun 1534.

Perang Jihad Rakyat Maluku

Sultan Khairun mengawali tahtanya ketika Portugis memiliki pengaruh kuat di pemerintahan. Walaupun Sultan Khairun tidak senang dengan Portugis namun ia tetap menjaga hubungan baik. Tahun 1546, misionaris Santo Fransiskus Xaverius datang ke Ternate. Sultan Khairun memberi ijin kegiatan misionaris hanya bagi penduduk yang menganut animisme. Namun begitu, Sultan Khairun bersikap hati-hati. Ia giat mencari dukungan dari luar, melalui Aceh sebagai perantara menjalin hubungan dengan kekaisaran Turki Ustmani. Kesultanan Ternate kala itu banyak mendapat bantuan cendikiawan, persenjataan maupun meriam dari Turki.

Portugis menyalahi janji. Portugis menggunakan kegiatan misionaris sebagai tameng merongrong Ternate. Sejumlah kerajaan kecil  yakni Halmahera yang dikristenkan dihasut untuk menentang Ternate. Rakyat Ambon yang sudah menganut Islam dipaksa beralih agama. Muslim Ambon meminta bantuan Sultan Khairun untuk mencegah misionaris di daerah tersebut.

Rakyat Ternate marah. Perang jihad berkobar pada tahun 1559. Sultan Khairun menunjuk putranya Pangeran Laulata sebagai Salahakan (gubernur) di Ambon bertugas memukul kedudukan Portugis di Maluku Selatan. Serangan ini tidak berhasil karena Portugis mendapat bantuan pasukan dari Goa (India) oleh Henrique De Sa.

Lima tahun kemudian, kembali Sultan Khairun mengutus Kaicili Baabullah ke Ambon dan berhasil mengepung desa Kristen Nusaniwi. Namun Portugis merebut kembali dengan bantuan 3 kapal pasukan. Walau gagal mengusir Portugis dari Ambon, Pangeran Baabullah berhasil melakukan eskpedisi ke wilayah bagian Utara Sulawesi. Ia membawa wilayah tersebut dalam sekutu kekuasaan ayahnya.

 Tahun 1564, Pangeran Baabullah kembali ke Ambon dan berhasil mengusir Portugis. Tiga tahun kemudian dengan bantuan pasukan muslim Jawa dan Hitu, Baabullah sudah menguasai kembali wilayah Maluku Selatan. Kedudukan Portugis di Maluku semakin terdesak. Tahun 1570, Kapten Diego  Lopes de Mesquita mengundang Sultan Khairun datang ke jamuan makan membicarakan rekonsiliasi. Di acara itu, Sultan Khairun ditikam Pimentel, keponakan Kapten Diego. Terbunuhlah Sultan Khairun.

Martil Perjuangan Rakyat Maluku.


 

Api perlawanan berkobar tidak hanya rakyat Ternate, bahkan raja-raja di wilayah Maluku lainnya. Dewan raja Ternate didukung beberapa Kaicili dan beberapa Sangaji (penguasa daerah) sepakat mengangkat Pangeran Baabullah sebagai Sultan Ternate dengan gelar Sultan Baabullah Datu Syah. Saat penobatannya, Sultan Baabullah menyerukan perang melawan Portugis.


“Saudaraku.. .   mulai hari ini, tidak ada lagi rasa takut.. .

putus asa hanya bagi mereka yang tidak percaya pada pertolongan Allah

kita perangi ....bangsa yang merampas hasil bumi kita. Mereka bangga dengan kejahatan serta  dosa-dosa besarnya.

Negeri ini  tanggung jawab kita, wajib kita melindungi  orang tua, istri, anak-anak kita..

Saudaraku... saatnya perjuangkan kemerdekaan kita. Bebaskan negeri dari penjajah... Allahu Akbar.. Allahu Akbar!”

 

Genderang perang Soya-soya, pembebasan negeri telah ditabuh. Hal utama yang dilakukan ialah menyatukan seluruh wilayah Maluku dalam persatuan perjuangan. Sultan Baabullah menggabungkan Tidore yang selama ini menjadi seteru  dengan menikahi saudari Sultan Gapi Baguna. Beberapa raja Maluku lainnya pun bergabung dibawah pasukan Sultan Baabullah.

Sultan Baabullah menguatkan jalinan kerjasama dengan negeri-negeri muslim di beberapa negara dibawah kesultanan Turki Ustmani. Sehingga di tahun 1570 terjadi serbuan serentak di negeri-negeri Muslim di India Selatan, Aceh dan Maluku untuk melawan Portugis.

Sultan Baabullah dibantu penguasa – penguasa di wilayah Maluku mengawali dengan menguasai benteng-benteng Portugis di Ternate. Benteng Tolucco, Santa Lucia, Santo Pedro dikuasai dalam waktu singkat. Benteng Sao Joao Babtista kediaman Mesquita juga dikepung. Sultan Baabullah memutus hubungan dengan luar, juga memutus suplai makanan menuju benteng tersebut.


 

Selagi pengepungan itu berlangsung, pasukan dengan 6 kora-kora (kapal bercadik) besar dan 30 juanga berkekuatan 3000 prajurit dibawah Kapita Kalakinka bergerak ke Ambon. Selain merebut kembali Ambon, pasukan Ternate berhasil merebut kembali wilayah Hoamoal di Seram, Ambelau, Manipa, Kelang dan Boana. Portugis semakin terdesak dan bertahan di wilayah Buru. Wilayah itu pun jatuh ke Ternate dibawah serangan Kapita Rubohongi. Pasukan itu bergerak lagi menuju wilayah-wilayah yang menjadi pusat Yesuit di Halmahera dan mengembalikan penguasa Bacan yang sudah dibaptis kembali memeluk Islam.

Lima tahun perjuangan pasukan Ternate dibawah Sultan Baabullah telah berhasil mengambil alih sebagain besar wilayah yang dikuasai Portugis.  Sementara itu kondisi Kapten Mesquita dan orang-orang pribumi yang menikah dengan orang Portugis mengalami kondisi yang memprihatinkan akibat terisolir bahan pangan di benteng  Sao Joao Baptista. Ketika Sultan Baabullah mengambil alih benteng tersebut ia memberi pilihan.

 “Siapa yang tetap tinggal di Tidore harus mengikuti hukum pemerintahanku. Siapa yang tidak mau tunduk padaku silahkan pergi dari wilayah kami. Kapal kalian dari Malaka akan membawa kalian pergi . Hak monopoli Portugis dicabut. Kebebasan bagi semua bangsa untuk berdagang di Maluku dengan prinsip saling menghormati. Bagi yang terlibat pembunuhan Sultan Khairun akan mendapat hukuman yang adil.”

Tahun 1575 Portugis terusir dari Maluku. Sultan  Baabullah berhasil mengembalikan jalur rempah kembali seperti semula. Ia berhasil menjaga persatuan di wilayah Maluku. Salah satunya Pelayaran Hongi  dilakukan Sultan Baabullah guna mempererat persatuan kerajaan-kerajaan di wilayah Maluku. Bahkan pelayaran itu menjangkau wilayah Sulawesi dalam persatuan pemerintahannya. Dimasa pemerintahan Baabullah, Ternate mencapai kejayaannya. Ia mendapat julukan “ Penguasa 72 Pulau”. Wilayah kekuasaannya mencakup sebagian besar Kepulauan Maluku, Sangihe dan sebagian dari Sulawesi. Pengaruh Ternate pada masa kepemimpinannya bahkan mampu menjangkau Solor (Tamaholot), Bima (Sumbawa bagian timur), Mindanao, dan Raja Ampat.

(Dirangkum dari berbagai sumber)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka