KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Ali bin Abi Thalib ra tak pernah kedinginan atau kepanasan

      


Para sahabat Nabi saw ibarat bintang-bintang yang berkelipan dan rembulan yang bersinar terang. Jika kalian mengamati setiap bagian sejarah kehidupan mereka, pastilah kalian akan melihat sebuah pancaran sinar yang merasuk ke hati dan memenuhi seluruh perasaanmu. Kalian juga akan mendapati sebuah hidayah yang akan menunjukkan jalan kebenaran dan mendorongmu untuk senantiasa berbuat baik.

Allah SWT telah mengutamakan sebagian dari para sahabat atas sebagian yang lain, sebagaimana Allah SWT mengutamakan sebagian nabi atas sebagian yang lain. Tingkat keutamaan ini bermacam-macam sesuai derajad keikhlasan, paling dahulu masuk Islam dan kemampuan yang mereka miliki. Oleh sebab itu, tidak sama antara sahabat yang memeluk agama Islam tanpa ada rasa bimbang sedikit pun dengan sahabat yang masih ada sedikit kebimbangan. Akan tetapi, Allah SWT telah menjanjikan pahala yang baik bagi seluruh sahabat, sebagaimana firman Allah yang artinya,

"...Kepada masing-masing Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) ..."

(an-Nisaa’:95)

Kita sudah berbicara mengenai sosok orang yang pertama kali masuk agama Islam dengan akal, hati, jiwa, dan semua yang dia miliki. Dia benar-benar meyakini agama Allah dan memegang komitmen keislamannya sampai ajal menjemputnya. Setelah itu dia pergi menuju tempat yang dikehendaki oleh Allah SWT (surga). Jika Abu Bakar r.a. adalah orang yang pertama kali masuk agama Islam dari kalangan laki-laki dewasa, maka Ali r.a merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Tidak diragukan lagi bahwa kedua-duanya adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Hal itu dikarenakan mereka berdua sudah mulai berteman dengan  Nabi  saw sebelum beliau diangkat menjadi seorang nabi dan rasul. Mereka berdua telah mengetahui akan sifat ash-shidqu (benar) yang benar-benar tercermin pada diri Nabi saw..

Akan tetapi kita patut bertanya, sebenarnya siapa anak kecil yang mempunyai jiwa mulia, akal cerdas, hati bersih, lisan fasih, ilmu luas, dan pendapat yang sangat kuat bernama Ali ini?

Anak kecil tersebut adalah AIi bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf.

Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa ibunya memberi nama “Haidarah” sesuai dengan nama kakeknya, Asad. Kata haidarah itu semakna dengan kata asad, yaitu singa. Akan tetapi nama tersebut kemudian diganti oleh ayahnya dengan nama Ali, dan nama inilah yang lebih terkenal dan mahsyur.

Ali adalah anak bungsu. Saudaranya yang paling besar bernama Ja’far, kemudian disusul oleh Aqil dan Thalib. Masing-masing jarak umur antara mereka adalah 10 tahun.

Ada yang mengatakan bahwa Aqil adalah anak yang paling dicintai oleh ayahnya. Tatkala orang-orang Quraisy mengalami masa paceklik, Rasulullah saw meminta kepada dua paman beliau, Hamzah dan Abbas agar menanggung sebagian beban Abu Thalib selama masa paceklik tersebut. Kemudian mereka bertiga mendatangi Abu Thalib untuk meminta anaknya demi dipenuhi segala kebutuhannya. Lantas Abu Thalib berkata, “Ambillah anak-anakku semau kalian, akan tetapi biarkan Aqil bersamaku.”

Kemudian Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far, dan Nabi saw. mengambil Ali, sebagaimana dalam cerita yang sudah masyhur dalam sejarah. Ali r.a. benar-benar menemukan suasana ruhiyah di dalam rumah yang menaunginya. Suasana tersebut tidak pernah dia dapatkan di rumah ayahnya sendiri, rumah paman-pamannya, dan seluruh rumah yang telah dia ketahui.

Saat itu Nabi saw. mempunyai kebiasaan beribadah di gua selama beberapa hari sesuai dengan cara ibadah yang diajarkan oleh agama Ibrahim a.s.. Khadijah r.a. senantiasa menyiapkan makanan dan air yang cukup untuk bekal beliau selama beribadah. Khadijah juga mengantarkan beliau dan menunggu hingga beliau tidak terlihat lagi di puncak gunung.

Kemudian setelah itu, Khadijah mulai berjalan dengan tenang untuk pulang ke rumahnya. Kadang-kadang Khadijah juga ikut Nabi saw. untuk beribadah. Itu karena dia mengetahui dari anak pamannya bahwa Ibrahim a.s. adalah seorang nabi dan rasul, serta senantiasa beribadah kepada Allah dan menjauhkan diri dari kenikmatan duniawi. Ibrahim juga mengajak umatnya yang masih menyembah berhala dan bintang-bintang untuk mengesakan Allah SWT. Oleh karena itu, Ali r.a. juga mengikuti  Nabi saw. dan Khadijah untuk beribadah kepada Allah swt. Ibadah yang mereka kerjakan itu berupa tasbih, tahmid, dan takbir, serta dzikir-dzikir lainnya.

Sebagaimana sudah maklum di kalangan para ahli sejarah, bahwa Ali r.a. tidak pernah sama sekali menyembah berhala. Bahkan, dia sangat tidak rela ada orang yang menyembah berhala. Dalam hal ini dia seperti  Abu Bakar r.a.. Lantaran kecerdasan akal yang mereka berdua miliki, mereka berdua mengganggap bahwa orang-orang yang menyembah berhala adalah orang-orang bodoh. Karena, berhala-berhala itu tidak dapat mendengar dan melihat, juga tidak mampu memberi manfaat dan bahaya. Bahkan, berhala-berhala itu merupakan hasil buatan orang-orang yang menyembahnya. Mereka menyembah berhala-berhala tersebut karena mengikuti nenek moyang mereka tanpa dipikirkan terlebih dahulu.

Ali bin Abi Thalib r.a. tumbuh berkembang di lingkungan rumah Nabi saw.. Dia mendapatkan kasih sayang dari Nabi saw yang notabene merupakan anak pamannya, Abdullah. Dia juga mendapatkan kasih sayang sayyidah Khadijah r.a., seorang wanita yang dalam catatan sejarah merupakan wanita yang senantiasa menjaga harga diri, dermawan, berjiwa bersih, dan baik perangainya. Para sahabat Nabi saw. juga mengetahui kemuliaan Sayyidah Khadijah r.a. dan mencintainya layaknya seorang anak mencintai ibunya.

Selama berada dan tumbuh berkembang di dalam rumah Nabi saw., Ali r.a. banyak mengambil pelajaran akhlak yang membentuk kepribadiannya sebagai seorang pemuda yang tangguh. Hari-harinya dia habiskan hanya untuk menyembah Allah, memperjuangkan kebenaran, dan berbuat kebaikan. Kepribadiannya penuh dengan rasa cinta, kasih sayang, pemaaf, sabar, pemurah, dan sifat-sifat lainnya yang dicontohkan oleh Nabi saw.

Dia berasal dari keturunan Bani Hasyim yang terkenal mempunyai sifat dermawan, berjiwa pahlawan, dan bertugas sebagai penjaga Ka'bah. Akal dan fisiknya terlihat sempurna baik ketika masa muda,  dewasa  bahkan hingga berumur 60-an. Hal itu menunjukkan betapa sosok seorang Ali r.a. mempunyai fisik yang sangat prima, sehingga tetap kuat dalam menghadapi berbagai cobaan dan bahaya. Bisa saja dia mengangkat kuda dan membantingnya dengan begitu sangat ringan, atau memegang lengan seseorang hingga seakan-akan dia telah menghentikan nafas orang tersebut hingga tidak dapat bernafas.

Demikian juga,dia sangat terkenal bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menang bergulat melawannya. Dalam setiap duel pedang (mubaarazah), dia selalu menang dan berhasil membunuh lawannya. Dia juga dapat memindahkan sebuah batu yang sangat besar yang sebenarnya hanya mampu dilakukan oleh orang banyak. Begitu pula dia mampu membawa pintu berukuran besar yang biasanya orang-orang kuat tidak mempunyai nyali untuk melakukannya. Jika dia berteriak, maka orang-orang yang pada mulanya berani akan berubah menjadi ketakutan.

Salah satu keistimewaan fisik Ali ra. adalah dia tidak pernah menghiraukan cuaca panas dan dingin baik pada musim dingin ataupun musim panas. Kadang-kadang dia memakai pakaian untuk musim panas ketika musim dingin, dan begitu juga sebaliknya. Dia pernah ditanya mengenai hal itu, dan dia menjawab, ”Sesungguhnya Rasulullah saw. datang kepadaku ketika aku sakit mata pada Perang Khaibar. Lantas aku berkata, wahai Rasulullah, aku sedang sakit mata. Lantas Rasulullah saw. berdoa :


 

 

 


'Ya Allah, hilangkanlah dari diri Ali rasa panas dan dingin.'

Sejak saat itu aku tidak merasakan hawa panas dan dingin sama sekali."

 

(Sumber : 66 Orang Yang Dicintai Rasul ; Prof. Dr. Muhammad Bakar Ismail)

Dengan sedikit perubahan yang Insya Allah tidak mengurangi makna cerita

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka