KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Renovasi Ka'bah di Masa Muhammad sebelum menjadi rasul

 

Renovasi Ka'bah

Membangun Kembali Ka’bah

Pada saat usia Nabi Muhammad saw. tiga puluh lima tahun, di kota Makkah terjadi banjir besar. Bangunan Ka’bah mengalami kerusakan yang cukup parah. Sejak dibangun oleh Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. Ka’bah tidak pernah mengalami perubahan. Dinding Ka’bah yang tersusun dari batu-batu, dengan tinggi sedikit melebihi tinggi orang dewasa, dibangun tanpa atap. Ka’bah pada masa jahiliah dipenuhi patung dan benda berharga di dalamnya. Pencuri sering menaiki tembok yang mulai rapuh itu. Hal ini semakin memperparah keadaan Ka’bah.

Para pemimpin kabilah hadir dalam majelis membicarakan masalah ini. Pemimpin kabilah pertama berkata, “ Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita penjaga rumah-Nya. Kehadiran saudara meringankan tugas kami sebagai pemelihara tanah suci-Nya. Ka’bah sedang mengalami kerusakan parah, bagaimana jika kita bangun kembali?”

Pemimpin kabilah kedua berkata, “ Ka’bah adalah bangunan suci. Tempat tuhan-tuhan kita. Tempat keramat yang tidak boleh diubah. Kami takut tuhan-tuhan kita akan marah. Kita akan dapat bencana.”

Pemimpin kabilah ketiga berkata, “ Aku tidak setuju pendapatmu. Ka’bah akan roboh jika dibiarkan seperti itu. Tuhan-tuhan  kita pasti senang jika Ka’bah dibangun jadi lebih baik.”

Pemimpin kabilah pertama berkata, “ Allah Yang Kekal pemilik Ka’bah ini. Ka’bah hanyalah bangunan yang bisa hancur kalau kita tidak menjaganya. Maka kita bangun kembali dari harta kita yang terbaik. Tidak menerima dari hasil riba, curian dan hasil haram lainnya.”

Demikianlah akhirnya mereka sepakat membangun kembali Ka’bah. Namun demikian tidak ada yang berani merobohkan dinding Ka’bah itu. Akhirnya Al-Walid bin Al-Mughirah Al Makhzumi mengawali perobohan bangunan Ka’bah. Ketika tidak terjadi hal buruk menimpa Al-Walid, semua orang ikut merobohkan dinding Ka’bah hingga sampai Rukun Ibrahim*.

Empat sisi Ka’bah dibagi masing-masing kabilah. Semua kabilah mendapat bagian pembangunan tiap-tiap sisinya. Muhammad saw. pun ikut membantu paman-paman beliau mengangkat batu-batu. Pembangunan kembali Ka’bah itu berjalan lancar, tetapi situasi berubah ketika pembangunan telah sampai di pojok tempat Hajar Aswad diletakkan.

Pemimpin kabilah pertama berkata, “Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Besok hari yang penting. Siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad di tempat semula?”

Pemimpin kabilah kedua berkata,” Tentu itu hak kami. Kabilah kami yang mendapat sisi diletakkan batu itu.”

Pemimpin kabilah ketiga berkata, “Yang paling berhak tugas itu adalah pemimpin kami, Ia paling senior dan paling terhormat kedudukannya.”

Perdebatan itu kemudian memanas menjadi pertikaian beberapa hari berikutnya. Ketika semua kabilah menyiapkan pasukan untuk berperang. Abu Umayyah ibnu Mughirah Al-Makhzumi datang mendamaikan suasana.

Abu Umayyah berkata, “ Saudaraku para pemimpin kabilah, mari kita duduk bersama. Sebelumnya... Kalian datang dengan cinta. Kalian serahkan harta yang terbaik, tenaga, pikiran dan waktu. Semua itu demi Ka’bah yang diberkahi Allah. Tidak pantas kita mengotori tugas suci ini dengan pertikaian. Kita mohon kepada Allah agar menunjukkan jalan keluar dari masalah ini.”

Abu Umayyah diam sebentar kemudian berkata,” Siapapun yang memasuki Masjidil Haram dari pintu Syaibah, dialah sebagai hakim pemutus masalah ini.” Seluruh mata menatap pintu bani Syaibah. Suasana tegang, hening. Tak lama kemudian, tiba-tiba Muhammad saw. masuk dari pintu tersebut. Orang-orang berteriak gembira, “Inilah dia Al-Amin. Inilah Muhammad, kami rela perkara ini diputuskan olehnya.”

Orang-orang memberitahukan apa yang terjadi kepada Muhammad saw. Allah SWT memberi petunjuk padanya untuk mengambil keputusan yang adil bagi semua pihak. Muhammad saw. mengambil selendang dan menghamparkan di tanah. Kemudian mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di atas selendang itu. Selanjutnya, pemimpin setiap kabilah diminta untuk maju dan memegang tepian selendang yang di atasnya telah diletakkan Hajar Aswad. Mereka kemudian mengangkatnya bersama-sama ke tempat Hajar Aswad itu harus diletakkan. Lalu Muhammad saw. sendiri mengambil batu itu dan meletakkannya di lubang dinding yang telah disiapkan. Semua pihak merasa puas dan pertikaian dapat dihindari.

Mengangkat Hajar Aswad


Setelah jadi, Ka’bah itu berbentuk segi empat, yang tingginya kira-kira mencapai lima belas meter. Atap dipasang dengan sangga enam sendi. Panjang sisi di tempat Hajar Aswad dan sebaliknya adalah sepuluh kali sepuluh meter. Hajar Aswad itu diletakkan dengan tinggi satu setengah meter dari permukaan lantai tempat thawaf. Sisi yang ada pintu dan sebaliknya setinggi dua belas meter. Pintu setinggi dua meter dari permukaan tanah. Di sekiling luar Ka’bah ada pagar dari bagian bawah ruas-ruas bangunan, di bagian tengahnya dengan tinggi seperempat meter dan lebar sepertiga meter.

 

*Rukun Ibrahim : bangunan pondasi dibangun Nabi Ibrahim as.dan Ismail as.

 

Komentar

  1. Kisah yg menginspirasi, membuktikan kebesaran jiwa Nabi Muhammad SAW bahkan seblm kenabian Beliau.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka