KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Rasulullah SAW menerima wahyu pertama di Gua Hira

 

Gua Hira'


Gelisah Hati Untuk Memahami Allah Tuhan Yang Esa

Renovasi Ka’bah telah selesai. Mekah kembali normal, masyarakat beraktivitas seperti semula. Namun ada yang menggelisahkan hati Muhammad saw. Hati dan pemikiran yang jernih merasakan akan kebutuhan spiritual yang membuncah. Beliau lebih suka menyendiri, merenung dan memperhatikan keagungan Tuhan serta keindahan ciptaan-Nya.

Saat itu bulan Ramadhan. Muhammad saw. berjalan kaki menelusuri jalan berbatu pegunungan Jabal Nur di tengah teriknya panas matahari. Beliau pun akhirnya sampai di Gua Hira setelah menempuh jarak kira-kira dua mil. Di ruang yang sempit itu beliau menemukan ketenangan hati. Sebulan penuh Muhammad saw. menghabiskan malam-malam hari beribadah kepada Allah SWT.  Khadijah istri beliau dengan setia menyiapkan bekal untuknya.  Pagi hari kembali menuju Ka’bah untuk tawaf kemudian menemui keluarga. Siang hari beliau kembali berjalan kaki menuju Gua Hira.  Beliau membagi-bagikan bekal pada orang-orang yang ditemuinya. Kemudian kembali menyendiri memperbanyak ibadah kepada Allah SWT.

Di Gua Hira, Muhammad saw. menjauh dari hiruk-pikuk kehidupan berfoya-foya/hedonisme, permisif dan penyembahan berhala masyarakat Mekah. Keadaan beliau sama dengan Nabi Ibrahim as. tenggelam dalam perenungan tentang Allah dan ciptaan-Nya. Dalam perenungannya, Ibrahim as. berdoa memohon petunjuk-Nya. Ia berkata, “ ... sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” ( Al An-am [6]:77). Dalam kesendiriannya, Muhammad saw. memohon petunjuk kepada-Nya bagaimana beribadah kepada Allah dengan cara yang benar dan diridhai-Nya.

Tanda-Tanda Nubuwah Sering Muncul

Tahun-tahun berikutnya, setiap bulan Ramadhan, Muhammad saw. semakin menyukai kegiatan uzlah  atau pengasingan di Gua Hira. Di tahun ketiga masa uzlah di Gua Hira, tanda-tanda kenabian itu lebih sering muncul. Wahyu yang datang di permulaan kenabian beliau berupa mimpi yang hakiki. Dalam tidurnya, Muhammad saw. melihat suatu menyerupai fajar subuh. Ketika sedang berjalan di tengah malam yang gelap, Muhammad saw. merasa ada cahaya yang menerangi jalannya. Semua itu menjadikannya ragu. Muhammad saw. bercerita kepada Khadijah, “Wahai Khadijah, aku sering mendengar suara-suara dan melihat cahaya. Aku khawatir aku telah gila.”

Khadijah menjawab, “Tidak, saudara sepupuku. Jangan katakan itu. Allah tidak akan pernah melakukan hal itu kepadamu. Engkau selalu menyambung tali silaturahmi, engkau selalu jujur, engkau selalu menunaikan amanat, dam akhlakmu sungguh mulia.” Muhammad saw. pun kembali melakukan uzlah mengasingkan diri di Gua Hira. Ketika usia beliau kira-kira empat puluh tahun. Allah SWT berkehendak melimpahkan rahmat-Nya kepada penghuni bumi.

Diangkat Sebagai Rasul dan Rahmat Bagi Alam Semesta

Di malam ganjil bulan Ramadhan penuh berkah, Muhammad saw. sedang berada di dalam gua. Tiba-tiba mendengar suara yang kuat dan bergema memanggilnya. Suara itu seakan-akan datang dari atas. Lalu tampak di hadapannya sosok diselubungi cahaya yang menyilaukan. Ia berkata,” Wahai Muhammad, engkaulah utusan Allah.”

Muhammad saw. berlutut. Perasaan takut menyelimuti hatinya. Sosok itu kemudian berkata lagi, “ Wahai Muhammad, aku Jibril dan engkau adalah utusan Allah.”

Lalu diperlihatkannya sebuah lembaran dan diperintahkannya, “ Bacalah!”

Muhammad saw. menjawab, “ Aku tidak bisa membaca.”

Jibril memeluknya dengan sangat kuat lalu melepaskannya. Kembali Jibril berkata, “Bacalah!”

Muhammad saw. tetap menjawab, “ Aku tidak bisa membaca.”

Jibril memeluknya sekali lagi dengan kuat sehingga Muhammad saw. mengira dirinya akan mati. Lalu Jibril kembali berkata, “ Bacalah!”

Muhammad saw. khawatir Jibril akan memeluknya dengan kuat seperti tadi maka ia menjawab, “ Apa yang harus kubaca?”

Jibril tetap memeluknya sekuat pelukan sebelumnya. Lalu Jibril membacakan,

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-‘Alaq [96]: 1-5)

Muhammad saw. kemudian membacanya. Dan ayat-ayat itu seakan terukir di hatinya dengan tulisan yang terbuat dari cahaya.

Sementara itu Khadijah menunggu beliau dengan cemas, setelah para utusannya mencari-cari dan tidak menemukan Muhammad saw. baik di Gua Hira maupun di Ka’bah.

Tak lama kemudian, Muhammad saw. datang. Wajahnya tegang, tubuhnya gemetar ketakutan. Ia berseru, “ Selimuti aku! Selimuti aku!” Beliau bertanya kepada Khadijah “ Apa yang terjadi padaku?” Kemudian beliau memberitahukan peristiwa yang terjadi di Gua Hira. Beliau berkata, “ Aku khawatir telah gila atau tanda  sebagai peramal.”

Khadijah berkata, “ Tidak demi Allah, Allah sama sekali tidak akan menghinakanmu, karena engkau selalu menyambung silaturahmi, ikut membawa beban orang lain, memberi makan orang yang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.”

Mengingat kembali kejadian di Gua Hira, Muhammad saw. bercucuran keringat dan tubuhnya menggigil. Khadijah segera menyelimuti dan mendekapnya dengan lembut. Khadijah bertanya, “ Mengapa engkau pulang terlambat?” Beliau kemudian menceritakan peristiwa ketika meninggalkan Gua Hira.

Muhammad saw. bersabda “ Tidak ada makhluk Allah yang paling kubenci selain penyair atau orang gila. Aku tidak kuat memandang keduanya ada pada diriku. Rasanya ingin aku mendaki gunung yang tinggi, lalu menerjunkan diri dari sana agar aku mati saja, sehingga aku bisa istirahat dengan tenang.”

Beliau bersabda lagi, “ Maka aku pun pergi dan hendak melakukan hal itu. Namun di tengah gunung, tiba-tiba kudengar suara yang datang dari langit, berkata, “ Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku Jibril.”

Aku mendongakkan kepala ke arah langit, yang ternyata di sana ada Jibril sebagai seorang laki-laki dengan wajah yang berseri, kedua telapak kakinya menginjak ufuk langit, dan berkata, “ Wahai Muhammad, engkau adalah Rasul Allah dan aku Jibril.”

Aku terdiam dan memandangnya, tidak berani melangkah maju atau mundur. Aku memalingkan wajah darinya. Tetapi setiap kali aku memandang arah langit yang lain, di sana tetap ada Jibril seperti yang  kulihat. Aku tetap diam, tidak bisa melangkah maju atau mundur, hingga engkau mengirim orang untuk mencariku. Bahkan mereka sampai ke Mekah dan kembali menemuimu  tanpa hasil, padahal aku tetap berdiri di tempat semula aku berdiri. Kemudian Jibril pergi dariku dan aku pun baru bisa pulang.”

Khadijah berkata, “Bergembiralah wahai anak pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi diri Khadijah yang ada di Tangan-Nya, aku benar-benar sangat berharap engkau menjadi nabi umat ini.” Khadijah menenangkan dan menunggui beliau sampai terlelap tidur.

Setelah itu Khadijah beranjak pergi untuk menemui Waraqah dan mengabarkan keadaannya. Waraqah berkata, “ Mahasuci, Mahasuci. Demi diri Waraqah yang ada di Tangan-Nya, Namus besar yang pernah datang kepada Musa kini telah datang kepadanya. Dia adalah benar-benar nabi umat ini. Katakan kepadanya, agar dia berteguh hati.” Khadijah pulang lalu mengabarkannya apa yang dikatakan Waraqah.

Khadijah berkata, “ Waraqah telah menegaskan padaku bahwa engkau utusan Allah untuk umat ini. Maka bertahanlah, wahai Rasulullah.” “ Ya, engkau adalah utusan Allah. Aku bersumpah demi ayah dan ibuku, aku beriman kepada Allah dan kepadamu sebagai rasul-Nya.”

Kemudian hari, Khadijah mengantar beliau pergi menemui Waraqah. Khadijah berkata kepada Waraqah, “ Wahai sepupuku, dengarkanlah kisah dari saudaramu (Muhammad saw.).”

Waraqah bertanya kepada beliau, “ Apa yang engkau temui wahai saudaraku?”

Muhammad saw. menceritakan apa yang dialaminya. Kemudian Waraqah berkata, “ Ini adalah Namus yang diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan aku masih muda pada masa itu. Andaikan aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu.”

“ Benarkah mereka akan mengusirku?” Beliau bertanya.

“ Benar. Tak seorang pun pernah membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masamu nanti, tentu aku akan membantumu sungguh-sungguh,” kata Waraqah.

Demikian kisah Nabi Muhammad saw. ketika diangkat sebagai Rasul. Beliau membawa amanat menyampaikan risalah Tuhan kepada manusia. Wahyu pertama dimulai dengan perintah membaca. Membaca harus dilakukan dengan nama Allah, sumber ilmu dan pengetahuan. Wahyu itu mengingatkan kepada Muhammad saw. agar menyampaikan kepada manusia bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu. Manusia adalah makhluk-Nya yang paling mulia, yang tercipta dari segumpal darah. Kemudian wahyu itu kembali memerintahkan untuk membaca dan menulis. Allah memuliakan dan mengajar manusia dengan pena apa yang tidak diketahui  manusia. Mahasuci Allah. Dia telah mengutus para rasul sebagai petunjuk dan rahmat bagi manusia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka