KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Shahabat Rasulullah : Salman Al Farisi - Sang Pencari Kebenaran

 

Salman Al Farisi


Di bawah naungan pohon yang rindang. Di depan rumahnya di Kota Madain, Salman al Farisi menceritakan perjalanan berliku menemukan Islam kepada sahabatnya. Berikut kisahnya :

“ Aku berasal dari Isfatan. Ayahku seorang pemimpin di daerah itu, dan aku sangat disayanginya. Aku baktikan diri dalam agama Majusi, hingga diserahi tugas sebagai penjaga api. Aku bertanggung jawab atas nyalanya api dan menjaganya agar tidak padam.

Ayahku memiliki sebidang tanah, suatu hari aku disuruh ke sana. Dalam perjalanan, aku melewati sebuah gereja milik kaum Nashrani. Kudengar mereka sedang ibadah, maka aku masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan. Aku kagum melihat cara ibadah mereka, hatiku berkata, “ Ini lebih baik dari yang kuanut selama ini!” Aku berada di sana hingga matahari terbenam. Aku pun tidak jadi pergi ke tanah milik ayahku, hingga ayahku mengirim orang untuk mencari dan menyusulku. Sebelum pulang, aku bertanya pada orang-orang Nashrani dari mana asal usul agama mereka. “ Dari Syria”, kata mereka.

Di depan ayahku, kukatakan padanya, “ Aku  lewat suatu kaum yang sedang beribadah di gereja. Cara ibadah mereka mengagumkanku. Ku lihat agama mereka lebih baik dari agama kita”. Kami pun berdiskusi dengan ayah dan berakhir dengan dirantainya kakiku dalam penjara. Kepada orang-orang Nashrani kukirim berita bahwa aku telah menganut agama mereka. Ku berpesan jika rombongan dari Syria hendak kembali, aku akan ikut bersama mereka. Pada hari yang ditentukan aku meloloskan diri dari penjara dan bergabung dengan rombongan mereka menuju Syria.

Sesampainya di sana kutanyakan seorang ahli dalam agama itu, ia adalah uskup pemilik gereja. Ku datangi ia, kuceritakan keadaanku. Akhirnya tinggallah aku bersamanya sebagai pelayan, melaksanakan ajaran mereka dan belajar. Sayang uskup ini tidak baik beragamanya. Ia mengumpulkan sedeqah dengan alasan untuk dibagikan ternyata untuk dirinya pribadi. Kemudian uskup itu wafat. Mereka mengangkat orang lain sebagai gantinya. Dan kulihat uskup baru ini paling baik beragamanya dibanding uskup-uskup yang lain. Aku pun mencintainya sedemikian rupa.

Dan tatkala ajalnya telah dekat, aku bertanya, “ Telah dekat saatnya takdir Allah atas diri anda. Apa yang harus kuperbuat, dan siapakah sebaiknya yang harus kuhubungi?” “Anakku!” katanya, “ Tak seorang pun menurut pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang pemimpin yang tinggal di Mosul”. Tatkala ia wafat aku pun berangkat ke Mosul menemui pendeta yang ia sebutkan. Ku sampaikan pesan dari uskup tadi dan aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.

Kemudian tatkala ajalnya telah dekat, kutanyakan kepadanya siapa yang harus kuikuti. Ia menunjuki aku orang shaleh yang tinggal di Nasibin. Aku datang kepadanya dan kuceritakan perihalku. Lalu aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.

Tatkala ia hendak meninggal, kubertanya padanya. Maka aku disuruh menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di ‘Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi. Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup aku beternak beberapa ekor sapi dan kambing.

Kemudian, ketika ajalnya pun makin dekat kubertanya padanya kepada siapa aku dipercayakan. Katanya, “ Anakku! Tak ada lagi seorang yang kukenal sama keadaannya dengan kita dan dapat kupercayakan engkau padanya. Tetapi sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. Ia nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bukit berbatu hitam. Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia! Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas. Ia tidak mau makan shadaqah, sebaliknya bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kau melihatnya, segeralah kau mengenalinya”.

Kebetulan pada suatu hari lewat suatu rombongan, lalu kutanyakan dari mana mereka datang. Akhirnya kutahu mereka dari jazirah Arab, aku bertanya, “ Maukah kalian membawaku ke negeri kalian, dan kubayar kalian dengan sapi-sapi dan kambing-kambingku ini?” “Baiklah”, kata mereka.

Demikianlah mereka membawaku dalam perjalanan hingga sampai di suatu negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku ditipu mereka dengan menjualku kepada seorang Yahudi. Ketika ku lihat banyak pohon kurma, aku berharap negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni tempat yang akan menjadi hijrah Nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.

Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku. Hingga pada suatu hari datang seorang yahudi Bani Quraidhah membeliku dari orang sebelumnya. Aku dibawanya ke Madinah. Demi Allah tatkala kulihat negeri itu, aku pun yakin itulah negeri yang disebutkan pendeta dahulu.

Aku tinggal bersama yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraidhah, hingga datang saat hijrahnya Rasulullah yang datang ke Madinah dan singgah pada Bani ‘Amar bin ‘Auf di Quba.

Pada suatu hari, ketika aku berada di puncak pohon kurma sedang majikanku duduk dibawahnya. Tiba-tiba datang seorang yahudi saudara sepupunya yang mengatakan, “Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang laki-laki di Quba yang datang dari Mekah dan mengaku sebagai Nabi..”.

Demi Allah, sesaat ia mengucapkan kata-kata itu, tubuhku pun bergetar keras hingga pohon kurma itu terguncang dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan berkata, “ Apa kata anda?” Majikanku menampar wajahku dan membentakku, “ Apa urusanmu dengan ini, ayo kembali bekerja!”

Setelah petang hari, kukumpulkan semua yang ada padaku, lalu keluar menemui Rasulullah di Quba. Ketika aku masuk, beliau sedang duduk bersama beberapa anggota rombongan. Lalu aku berkata, “ Tuan-tuan yang baru datang dari perjalanan jauh, aku mempunyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedeqah. Dan setelah mendengar keadaan tuan-tuan, tuan-tuan lah yang lebih berhak dan makanan itu kubawa ke sini.” lalu makanan itu kutaruh di hadapannya.

Makanlah dengan nama Allah” sabda Rasulullah kepada para sahabatnya, tetapi beliau tak sedikit pun mengulurkan tangannya menyentuh makanan itu. “ Demi Allah!” kataku dalam hati, “ Inilah satu tanda-tandanya bahwa ia tak mau memakan harta sedeqah”.

Aku kembali pulang, tetapi pagi-pagi keesokan harinya aku kembali menemui Rasulullah sambil membawa makanan. Dan ku berkata, “kulihat tuan tidak mau makan dari sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin kuserahkan pada tuan sebagai hadiah”, lalu kutaruh makanan di hadapannya. Maka sabdanya kepada sahabatnya, “ Makanlah dengan menyebut nama Allah.” Dan beliaupun turut makan bersama mereka. “ Demi Allah”, kataku dalam hati, “ Inilah tanda yang kedua, bahwa ia bersedia menerima hadiah”.

Aku kembali pulang. Beberapa lama kemudian kupergi mencari Rasulullah saw. dan kutemui beliau di Baqi’. Beliau sedang mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Ia memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan yang satu lagi sebagai baju.

Kuucapkan salam kepadanya dan kuarahkan pandangan hendak melihatnya. Rupanya beliau mengerti akan maksudku. Maka disingkapkannya kain burdah dari lehernya hingga nampak pada pundaknya tanda yang kucari, yaitu cap kenabian seperti disebutkan oleh pendeta dulu.

Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu aku dipanggil menghadap oleh Rasulullah. Aku duduk di hadapannya, lalu kuceritakan kisahku kepadanya sebagaimana telah kuceritakan tadi.

Kemudian aku masuk Islam, dan perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk menyertai perang Badar dan Uhud. Lalu pada suatu hari Rasulullah menitahkan padaku, “ Mintalah pada majikanmu agar ia bersedia membebaskanmu dengan menerima uang tebusan.” Maka kusampaikan pada majikanku sebagaimana dititahkan Rasulullah, sementara Rasulullah meminta para sahabat membantuku dengan uang tebusan.

Demikianlah aku dimerdekakan oleh Allah, dan hidup sebagai seorang Muslim yang bebas merdeka, serta mengambil bagian bersama Rasulullah dalam perang Khandaq dan peperangan lainnya. (kisah yang diriwayatkan Salman Al-Farisi kepada sahabat Ibnu Abas dan dinukil oleh Ibnu Sa’ad).

Telah dicontohkan kepada kita, teladan dari Salman Al- Farisi. Salah seorang sahabat Rasulullah saw. bagaimana usaha keras dan perjuangan mulia untuk mencari hakikat keagamaan. Kehausan terhadap kebenaran telah menyebabkannya rela meninggalkan kampung halamannya. Rela meninggalkan harta benda dan segala macam kesenangan, lalu pergi menempuh daerah yang belum dikenal. Dengan segala halangan dan penderitaan, pindah dari suatu daerah ke daerah lain. Dari suatu negeri ke negeri lain tak kenal lelah serta tekun beribadah.

Dianugerahi oleh Allah pandangannya yang tajam dan kejernihan hati hanya untuk mencari kebenaran. Pengorbanan ia baktikan untuk mencapai hidayah Allah, sampai ia diperjual belikan sebagai budak. Akhirnya Allah SWT mempertemukannya dengan Rasulullah saw. Salman Al-Farisi adalah salah satu sahabat Rasulullah yang dikaruniai umur panjang. Ia menyaksikan bagaimana panji-panji Allah berkibaran di seluruh pelosok dunia.

Ali bin Abi Thalib kw. menggelari Salman Al-Farisi dengan “Lukmanul Hakim”. Sewaktu ditanya penjelasannya, maka jawabnya, “ Siapa diantara kalian yang akan dapat menyamai Luqmanul Hakim. Ia telah mendapat ilmu yang pertama begitu pula yang terakhir. Dan telah dibacanya kitab yang pertama dan juga kitab yang terakhir. Tak ubahnya ia bagai lautan yang airnya tak pernah kering.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka