KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Shahabat Rasulullah SAW : Abdullah Bin Umar - Manusia Zuhud (bagian kedua)

 

Shahabat Rasulullah Abdullah Bin Umar


Di penghujung usia senjanya, Adbullah bin Umar pernah berkata:

“Saya telah baiát kepada Rasulullah saw, maka sampai saat ini, saya tak pernah ingkar janji. Dan saya tak pernah baiát kepada pengobar fitnah. Tidak juga membangunkan orang Mukmin dari tidurnya.”

Kalimat-kalimat singkat ini adalah gambaran simpulan hidup Abdullah bin Umar. Sepanjang kehidupannya, ia seorang yang tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pendiriannya tak pernah bergeser walau seujung rambut. Ia tak pernah menyimpang dari baiát yang diikrarkannya untuk Rasulullah saw. Dan agama Islam.

Menghindari Dunia Agar Dekat Kepada Allah SWT

Kedermawanan, zuhud dan Wara’ adalah perpaduan kepribadian Abdullah bin Umar. Semua itu semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ayub bin Wa-il ar Rasibi bercerita:

Pada suatu hari Abdullah bin Umar memerima uang sebanyak empat ribu dirham dan sehelai baju dingin. Pada hari berikutnya Ibnu Wa-il melihatnya di pasar sedang membeli makanan untuk hewan tunggangannya dengan berhutang. Maka pergilah Ibnu Wa-il kepada keluarganya dan bertanya, “Bukankah Abu Abdurahman ( Abdullah bin Umar) menerima empat ribu dirham dan sehelai baju dingin?”

“Benar”, kata mereka.

Ibnu Wa-il berkata, “Saya lihat ia tadi di pasar membeli makanan untuk hewan tunggangannya dan tidak punya uang untuk membayarnya.”

Kata mereka, “ Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya. Tentang baju dingin, awalnya ia pakai, lalu ia pergi ke luar. Ketika kembali baju itu tidak terlihat lagi. Ketika kami tanyakan, jawabnya baju itu telah diberikannya kepada orang miskin.”

Memang seorang yang gurunya Muhammad saw. Dan bapaknya Umar akan didapati kedermawanan, sifat zuhud dan wara’sebagai bukti bahwa Abdullah bin Umar pengikut setia Rasulullah dan seorang putra teladan.

Sifat zuhud didapati pada cerita berikut ini:

Salah seorang shahabatnya yang baru pulang dari Khurasan menghadiahkan sehelai baju halus yang indah kepadanya.

“Saya bawa baju ini dari Khurasan untukmu! Aku akan senang melihatmu meninggalkan pakaian kasar ini, lalu mengganti dengan baju indah ini!” kata Shahabatnya.

“Coba lihat dulu”, jawab Abdullah bin Umar.

Lalu dirabanya baju itu dan bertanya, “Apakah ini sutra?”

Kata Shahabatnya, “Bukan. Itu hanya katun”.

Abdullah bin Umar mengusap baju itu, kemudian diserahkannya kembali, katanya, “Tidak, saya khawatir terhadap diriku! Saya takut ia akan menjadikan diriku sombong dan megah, sedang Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan bermegah diri!”

Pada suatu hari, seorang shahabat memberi kotak penuh isi.

“Apa isinya ini?” tanya Abdullah bin Umar

“ Suatu obat istimewa, saya bawa untukmu dari Irak!”

“Obat untuk penyakit apa?” tanya Abdullah bin Umar

“Obat penghancur makanan untuk membantu pencernaan”, kata Sahabatnya.

Abdullah bin Umar tersenyum dan berkata, “ Obat penghancur makanan? Selama empat puluh tahun ini saya tak pernah memakan sesuatu makanan sampai kenyang!”

Sifat zuhud dan Wara’Abdullah bin Umar adalah usaha beliau mengikuti langkah Rasulullah dan bapaknya. Ia cemas akan dihadapkan pada hari qiamat dengan pertanyaan, “Telah kamu habiskan segala kenikmatan sewaktu hidup di dunia untuk bersenang-senang!”

Abdullah bin Umar dikaruniai umur panjang dan mengalami Masa Bani Umaiyah dimana harta melimpah, rumah bagaikan mahligai istana-istana. Walau demikian, ia bagaikan gunung tetap tegak tak tergoyahkan tetap menjaga sifat zuhud dan Wara’’. Dan bila ditanya tentang kebahagiaan dunia dan kesenangannya yang dihindarinya, ia berkata, “ Saya bersama shahabat-shahabatku telah lama sepakat atas suatu perkara, dan saya khawatir jika menyalahi mereka, tak kan bertemu lagi dengan mereka untuk selama-lamanya.”

Tetap Netral Di tengah Perselisihan Kaum Muslimin

Bercerita Hasan r.a :

“Tatkala Ustman bin Afan dibunuh orang, umat mengatakan kepada Abdullah bin Umar “ Anda adalah seorang pemimpin, keluarlah agar kami minta orang-orang baiát pada anda!” katanya. “Demi Allah! Seandainya bisa, jangan ada setetes darah pun tertumpah disebabkan aku. Kata mereka, “Anda harus keluar! Kalau tidak akan kami bunuh di tempat tidurmu!” Tetapi jawaban Abdullah bin Umar tak berbeda dengan yang pertama. Demikian mereka membujuk dan mengancamnya namun tak mempeoleh hasil.”

Setelah Khalifah Utsman bin Afan terbunuh, umat Islam menghadapi cobaan fitnah pertikaian di antara sesama Muslim. Ketika itu Islam telah mencapai wilayah yang luas. Pertikaian sedang berkecamuk di antara kaum Muslimin. Pertikaian berlanjut pada pemerintahan Muawiyah yang kokoh. Setelah itu beralih kepada putranya Yazid, kemudian berlanjut Muawiyah II, putra Yazid. Sampai saat itu Abdullah bin Umar telah lanjut usia. Beliau masih menjadi harapan ummat untuk jabatan Khalifah. Marwan datang kepadanya, berkata, “ Ulurkanlah tangan anda agar kami baiát! Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpinnya!”

Abdullah bin Umar bertanya, “Apa yang kita lakukan terhadap orang-orang musriq?”

“Kita gempur mereka sampai mau baiát!”, kata Marwan.

Abdullahbin Umar, “ Demi Allah! Saya tidak sudi dalam umur saya yang tujuh puluh tahun ini, ada seorang yang terbunuh disebabkan saya!”

Penolakan Abdullah bin Umar dalam pertikaian antara Muawiyah dan Ali karena tidak setuju pada kekerasan dan pertumpahan darah. Berikut semboyan yang dikenal dari beliau:

“ Siapa yang berkata, ‘Marilah shalat!’akan saya penuhi. Dan siapa yang berkata, ‘Marilah menuju kebahagiaan!’ akan saya turuti. Tetapi siapa yang mengatakan, ‘Marilah membunuh saudaramu seagama dan merampas hartanya!’ maka saya katakan tidak!”

Penolakan Abdullah bin Umar untuk berpihak pada salah satu yang bertikai di antara kaum Muslimin pernah diungkapkan sebagai berikut:

“ Sebabnya ialah karena Allah Taála telah mengharamkan atasku menumpahkan darah Muslim! Firman-Nya Azza wa Jalla, “Perangilah mereka itu hingga tak ada lagi fitnah dan hingga orang-orang beragama itu ikhlas karena Allah”. Sekarang apakah saya akan memerangi orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah”

Dan pada suatu hari Hajjaj bin Yusuf (pemimpin negeri bagian) tampil berpidato, katanya, “Ibnu Zubai telah mengubah Kitabullah!”. Maka Abdullah bin Umar berseru menentangnya, “Bohong.. Bohong.., kamu bohong!”. Hajaj bin Yusuf yang selama ini ditakuti siapa pun juga merasa terpukul mendapat mendapat serangan tiba-tiba. Hajaj membalas akan menghukumnya.  “Jika ancaman itu kamu laksanakan, kamu benar-benar seorang diktator yang biadab!” jawab Abdullah bin Umar.

Sampai akhir hayatnya, Abdullah bin Umar tak ingin terlibat dalam fitnah sersenjata dan menolak berpihak kepada salah satu golongan. Berkata abul Áliyah al Bara:

“Pada suatu hari saya berjalan di belakang Ibnu Umar tanpa diketahuinya. Saya dengar ia berkata sendiri: “ Mereka letakkan pedang-pedang mereka di atas pundak-pundak lainnya, mereka berbunuhan lalu berkata, “Hai Abdullah bin Umar ikutlah dan berikan bantuan. Sungguh sangat menyedihkan.” Ia amat menyesal dan duka melihat darah kaum Muslimin tertumpah sesamanya. Sebagaimana katanya, “ tidaklah saya hendak membangunkan orang Muslim yang sedang tertidur.”

Ketika Abdurahman bin Umar akan meninggal dunia, ia berdoa, “ Ya Allah, Engkau mengetahui kalau tidaklah karena takut kepada-Mu, tentu kami akan ikut berdesakan dengan bangsa kami Quraisy memperebutkan dunia ini.”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka