KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

 


Membaca kisah Rasulullah SAW ketika masih kecil, hati siapapun akan tersentuh,  betapa usia Rasulullah SAW masih kecil sudah yatim piatu. Tetapi Allah SWT menghendaki demikian. Dijadikan-Nya hati orang-orang di sekitar beliau untuk mencintai dan melindunginya. Rahmat dan kasih sayang Allah SWT tercurah untuk Nabi Muhammad SAW. Sebagai umat beliau, tak ada ucapan yang lebih baik melainkan salam dan salawat bagi Nabi Muhammad SAW.

Muslim meriwayatkan dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW didatangi Jibril, yang saat itu beliau sedang bermain-main dengan beberapa anak kecil lainnya. Jibril memegang beliau dan menelentangkannya, lalu membelah dada dan mengeluarkan hati beliau dan mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau, sambil berkata. “ Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu.” Lalu Jibril mencucinya di sebuah baskom dari emas dengan menggunakan air Zam-zam, kemudian menata dan memasukkan ke tempat semula. Anak-anak kecil lainnya berlarian mencari ibu Halimah dan berkata. “ Muhammad telah dibunuh!”. Mereka pun datang menghampiri Rasulullah SAW, tapi ternyata wajah beliau semakin berseri.

Peristiwa ini membuat ibu Halimah sangat khawatir dengan keselamatan beliau. Hingga akhirnya mengembalikan kepada ibunda Aminah binti Wahb. Sejak itu Rasulullah kembali dalam pangkuan ibunda tercinta dengan penuh kasih sayang. 

Ketika berumur enam tahun, ibunda Aminah meminta ijin kakek Abdul Muthalib untuk ikut serta menziarahi makam ayahanda Rasulullah, Abdullah di Yastrib (Madinah). Bersama ibunda dan pengasuh beliau yang bernama Barakah, mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh kurang lebih lima ratus kilometer. Setelah menetap sebulan di sana, rombongan ibunda Aminah kembali menuju Makkah. Namun ketika sampai di daerah Abwa, ibunda Aminah jatuh sakit dan meninggal kemudian di makamkan disana.

Bersama Barakah pengasuh Rasululllah SAW, rombongan tiba di Makkah disambut Kakek Abdul Muthalib. Hatinya bergetar oleh rasa kasih sayang dari sanubari yang dalam, mendapati cucu beliau yang sekarang telah yatim piatu. Rasa kasih sayang ini belum pernah dirasakan sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri.  Dia tak ingin cucunya hidup sebatang kara, bahkan lebih mengutamakan cucunya daripada anak-anaknya.

Pernah suatu kali, ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah khusus untuk Abdul Muthalib. Tak seorang pun dari kerabat-kerabatnya duduk di dipan itu. Mereka lebih memilih duduk di sekeliling dipan itu, sebagai bentuk penghormatan kepada beliau. Rasulullah SAW yang waktu itu masih kecil, beliau duduk di dipan itu. Paman-paman beliau langsung memegang dan menahannya. Tatkala kakek Abdul Muthalib melihat hal itu, dia berkata,

 “ Biarkanlah anakku ini. Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung.” 

Kemudian  Abdul Muthalib duduk bersama beliau di atas dipan itu, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apa pun yang beliau lakukan.”(dikisahkan oleh Ibnu Hasyim)

Hingga usia Rasulullah SAW delapan tahun, kakek Abdul Muthalib meninggal dunia. Sebelum meninggal, kakek Abdul Muthalib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Thalib sebagai saudara kandung bapak beliau. Abu Thalib dan istri, Fatimah binti Asad memenuhi hak anak saudaranya dengan sepenuh hati. Rasulullah SAW dianggap seperti anak sendiri, bahkan Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-anaknya sendiri.

Ketika usia Rasulullah SAW mencapai dua belas tahun, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang menuju Syam. Perjalanan jauh itu berhenti di kota Bushra, sebuah daerah yang dikuasai Romawi. Di sana biasa berkumpul pedagang-pedagang Arab untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Syam. Di kota ini tinggal seorang rahib bernama Bahira. Ia tak pernah meninggalkan tempat ibadahnya. Tatkala rombongan Abu Thalib singgah, rahib Bahira menghampiri dan mengundangnya sebagai tamu kehormatan.

Di sela istirahat jamuan itu, rahib Bahira memegang tangan Rasulullah SAW.

Dia berkata, “ Orang ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

“ Dari mana engkau tahu hal itu?” tanya Abu Thalib.

“ Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada bebatuan dan pepohonan pun melainkan tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahui dari stempel nubuwah yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami mengetahui tanda itu dalam kitab kami,” jelas rahib Bahira.


 

“ Kembalilah Tuan, saya khawatir keselamatannya dari gangguan orang-orang Yahudi,” kata Rahib Bahira.

Dalam perjalanan pulang, Abu Thalib merenungi semua kata-kata rahib yang ditemuinya. Ada sebuah tugas besar baginya untuk selalu menjaga keponakannya apapun keadaannya. Itulah janji yang Abu Thalib penuhi hingga akhir hayatnya.

 

 

Masa Remaja Rasulullah


 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka