KOMIK DAN CERITA BERGAMBAR

Musim Sepeda Dikala Pandemi

 

Bersepeda


Pada awalnya, Pak Farhan khawatir akan tertular virus Covid-19 di kendaraan umum. Padahal Ia harus naik kendaraan umum menuju kantornya yang berjarak kurang lebih lima kilometer. Ia salah satu pelanggan setia PO Bus Antar Jaya jurusan Karanganyar-Solo. Walaupun sudah memakai masker dan selalu cuci tangan, ia tetap saja khawatir. Pak Andi, tetangga kompleks rumah sedang isolasi mandiri karena positif terinfeksi Covid-19. Padahal Pak Andi sering satu bus bersamanya berangkat ke kantor.

 

“Serius, Pak?” tanya istrinya.

“ Ya.” Jawab Pak Farhan.

 Sudah beberapa hari Pak Farhan mengutak-atik sepeda gunung yang tersimpan lama di gudang.

“ Lima kilometer itu jauh lho Pak? Inget, bapak sudah tidak muda lagi!” omel istrinya.

“Tenang saja, aku sudah tahu jalan tikusnya,” jawab Pak Farhan yang masih membersihkan sepeda.

Minggu pagi hari, sehabis sholat Shubuh Pak Farhan bersepeda mengitari kompleks rumah. Dirasa masih sejuk udara pagi hari, Pak Farhan mengayuh sepeda lebih jauh lagi.

“ Lewat jalan itu ah,” gumam Pak Farhan. Ia napak tilas rute jalan ketika main sepeda bersama teman-teman kecilnya dulu.

“Sampai di perempatan itu, belok kanan,” kata Pak Farhan dalam hati. “Rupanya sekarang jadi pos ojek online,” katanya dalam hati. Sambil membunyikan bel sepeda, Pak Farhan melambai ke arah abang ojek online.

“ Pagi, Pak!”, langsung disambut abang-abang ojol dengan ramah.

Pak Farhan terus saja mengayuh sepedanya. Tak terasa sudah tiga kilometer lebih. Jalan yang dulu ia lewati bersama teman masa kecilnya sudah banyak berubah. Area persawahan yang membentang sepanjang kanan dan kiri jalan, sekarang jadi area pemukiman. Dulu sepanjang pinggir jalan berjajar pohon-pohon peneduh, angin segar menghembus sepoi-sepoi menerpa tubuh. Tapi kini sudah berganti papan iklan toko-toko. Di ujung jalan itu dulu, ia dan teman-teman kecilnya biasa berhenti di warung Mbah Harjo untuk membeli minum. Warung berdinding bambu itu sudah berganti bangunan tembok milik anak Mbah Harjo.

“Tinggal dua simpangan lagi nanti tembus jalan depan kantor,” katanya menyemangati diri. Pak Farhan tetap mengayuh. Di jalan tanjakan ia mengayuh pelan, lumayan berat memaksa otot dan menguras nafas. Saat jalan menurun,ia berhenti mengayuh. Mengistirahatkan kaki untuk mengatur nafas. Tepat di depan kantor ia berhenti, melihat jam tangan. “ Tiga puluh lima menit,” kata Pak Farhan dalam hati.       

Bersepeda Membawa Berkah Silaturahmi

Tak terasa hampir satu tahun lebih Pak Farhan setia bersepeda menuju kantornya. Sepanjang jalan yang dilaluinya, ia tak lupa menyapa orang. Terutama di tikungan pos ojek online. Kadang berbincang sebentar, kadang hanya membunyikan bel atau sekedar melambaikan tangan. Pak Farhan banyak mendapat teman baru. Dia merasa lebih bahagia saat saling menyapa walau tidak saling kenal. Pengalamanan yang tidak ia dapatkan ketika naik bus atau berkendaraan motor. Dengan bersepeda Pak Farhan lebih fit dan bugar. Ia jarang ijin karena sakit. Bahkan istrinya bisa menabung dari uang transport.

Suatu hari, Pak Farhan terburu-buru berangkat ke kantor. “Semoga tidak terlambat,” katanya dalam hati. Ia terus mengayuh sepeda dengan cepat. Dua kilometer lebih sudah dilaluinya, tiba-tiba. “ Aduh.. kakiku!” Pak Farhan mengaduh. Ia berhenti, terjatuh di pinggir jalan bersama sepedanya. Dari arah seberang jalan, seorang pemuda berlari menghampirinya. Ia penjual warung kelontong pinggir jalan yang biasa ia sapa.

“Kenapa,Pak?” tanya pemuda itu.

“Kaki saya kram,” kata Pak Farhan. Pemuda itu membantu posisi Pak Farhan agar duduk nyaman. Otot kakinya yang tegang butuh beberapa waktu untuk istirahat. Pemuda itu menemani Pak Farhan duduk di sampingnya.

“Bapak yang biasa lewat itu kan?” kata pemuda itu. “ Maaf dengan Pak siapa?” lanjutnya.

“Nama saya Farhan, mas siapa?” Pak Farhan balik bertanya.

“Panggil saya Eko, Pak.” Jawabnya.

Melihat kondisi Pak Farhan, Mas Eko berkata,” Sebaiknya, bapak saya antar ke kantor.”

“Trimakasih. Waduh, jadi merepotkan,” kata Pak Farhan.

“Enggak Pak,” jawab Mas Eko. “Bapak tunggu di sini dulu,” katanya lagi. Mas Eko lalu berjalan menuju warungnya. Ditutupnya warung itu, tak lama ia sudah siap dengan sepeda motor menghampiri Pak Farhan.

“Mari Pak, saya antar,” kata Mas Eko.

“Trimakasih,” jawab Pak Farhan. Pak Farhan lalu membonceng di belakang sambil menuntun sepedanya menuju kantor.

 

Kejadian hari itu, ia ceritakan pada keluarganya.

“ Untunglah, masih ada orang berhati mulia seperti mas Eko,” kata Pak Farhan.

“ Syukur Alhamdulillah. Silaturahmi tambah saudara ya, Pak,” disambung Bu Isna,istrinya.

“ Ayo Don, ikut bapakmu bersepeda!,” kata Bu Isna. “Sejak belajar daring, anak ini jadi malas gerak,” lanjutnya.

“ Ayo, lah..! Di paguyuban banyak seusiamu juga,” kata Pak Farhan.

 “ Minggu besok, Paguyuban sepeda ada acara bakti sosial. Kamu ikut saja,” kata Pak Farhan.

“ Iya Pak, InsyaAllah,” jawab Doni.

Bersepeda Bermanfaat

Minggu pagi, tapi langit masih gelap. Pak Farhan dan Doni mengayuh sepeda menuju tempat Paguyuban berkumpul. Di rumah Pak Ahmadi, mereka berhenti. Rumah seorang tokoh masyarakat juga ketua Paguyuban Sepeda. Sudah banyak orang datang. Di halaman yang luas, terbagi beberapa kelompok dengan tulisan nama-nama Desa yang akan dikunjungi. Pak Farhan menunjuk ke arah kelompok Desa Waru dan berkata,” Doni, di sana kelompok Mbak Dita, kamu gabung mereka!”. “Ya, pak,” jawabnya.

Kegiatan bakti sosial berjalan lancar. Sinar matahari belum begitu terik. Waktu menunjukkan pukul 10.00 pagi. Beberapa rombongan paguyuban langsung kembali ke rumah masing-masing. Namun Pak Farhan memilih mampir di rumah Pak Ahmadi. Bersama beliau ia bisa menghabiskan waktu untuk ngobrol tentang banyak hal. Mereka asik ngobrol di bangku bambu di bawah pohon mangga. Tapi kali ini ditemani Doni dan Dita yang baru datang setelah pembagian sembako usai.

“ Yang muda-muda ini perlu dikenalkan lagi manfaatnya bersepeda. Ya kan, Ta?” tanya Pak Ahmadi pada putrinya. Dita hanya tersenyum.

“ Sering-sering ajak Doni mbak Dita, biar lebih bugar dan sehat. Di rumah pada mager pegang HP saja, “ kata Pak Farhan.

“ Dita mulai suka bersepeda karena ikut komunitas pecinta lingkungan,” jelas Pak Ahmadi.

“ Ia om. Pemanasan global ini karena efek rumah kaca yang dihasilkan dari polusi dari kendaraan dan kerusakan hutan yang meluas. Butuh gerakan penyelamatan bumi dari hal kecil agar menjadi kebiasaan. Misalnya bersepeda kan tidak menghasilkan polusi udara. Selain itu kita aktif dalam kegiatan penanaman pohon dan mendaur ulang sampah,” jelas Dita seperti aktivis lingkungan.

“Kalau banyak anak muda berfikir seperti itu kita tidak khawatir,” kata Pak Farhan.

“Bersepeda juga sarana melatih mental, “ kata Pak Ahmadi.

“ Maksudnya gimana, Pakdhe?” tanya Doni.

 “Allah menciptakan kaki sebagai alat gerak. Dulu orang berjalan berkilo-kilo meter pergi ke daerah tertentu. Lalu sepeda diciptakan. Manusia menjadi cepat sampai ke tempat yang di tuju. Sekarang dengan ditemukan motor, lebih memudahkan lagi.” Kata Pak Ahmadi

“ Setiap perubahan itu pasti ada dampaknya, kira-kira begitu ya?” sambut Pak Farhan.

“ Bersepeda menggunakan  kaki untuk bergerak. Tidak akan bergerak kalau tidak dikayuh. Menemui jalan turun, kita gunakan tangan untuk mengerem. Pas di jalan yang menanjak butuh kekuatan kaki untuk mengayuh. Saat jalan bergelombang penuh kerikil kita jaga keseimbangan agar tidak jatuh. Semua kita dilakukan dengan kesadaran dengan mefungsikan seluruh anggota tubuh. Kita lebih merasa bersyukur pada Allah SWT sebagai pencipta tubuh ini. Semua jadi bernilai ibadah. Dari situlah mental akan terbentuk menjadi pribadi yang mudah bersyukur, tidak gampang menyerah.” Jelas Pak Ahmadi.

“Biar ga seperti anak geng motor itu ya, Pakdhe?” tanya Doni

“ Bisa jadi. Kemudahan hanya menginjak rem dan gas, cuma mencari sensasi dengan kebut-kebutan,” jelas Pak Ahmadi.

“ Saya kira budaya bersepeda memang perlu dibiasakan lagi. Kalau cuma ke warung, ke Masjid dekat rumah ya ga perlu naik motor. Naik sepeda saja,” kata Mbak Dita.

“ Saya lihat di televisi, orang-orang Eropa ke kantor, ke mana-mana naik sepeda,” sambung Pak Farhan.

“ Waduh, kalau itu sih masyarakat dan pemerintahnya sama-sama sadar. Kalau kita baru menyadarkan kembali budaya itu karena bermanfaat,” kata Pak Ahmadi sambil tersenyum.

Menjelang siang hari perbincangan mereka sudahi. Pak Farhan dan Doni mohon pamit kembali pulang ke rumah. Pak Farhan berharap Doni bersemangat ikut kegiatan Paguyuban Sepeda berikutnya.

 

Baca juga :

Pandemi Mengajarkan Kasih Sayang

Pandemi Membuat deg-degan

dll.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERBUAN PASUKAN GAJAH

Tanda-tanda Kenabian Muhammad SAW

PATI UNUS : Pejuang Pembebas Malaka